Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Budaya Kesenian Barongan Kabupaten Pati

 


Oleh : 

Samsul Ma’arif
 

Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam
IAIN Kudus

PENDAHULUAN
Masyarakat umumnya memahami kebudayaan sebagai suatu hal yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan yang didapatkan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain. Di kehidupan sehari-hari, kebudayaan dapat juga diartikan sebagai peninggalan sejarah yang bersifat tradisional seperti tarian daerah, alat musik daerah, senjata tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya. 

Kesenian tradisional sebagai bagian dari budaya tradisional merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Suatu hasil ekspresi manusia akan keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik kesenian. Karya seni tradisional menyiratkan pesan dari masyarakatnya berupa pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai serta norma.
 

Ritual merupakan salah satu fungsi dalam kesenian tradisional selain tuntunan dan hiburan. Dalam fungsi ritual, seni yang dimunculkan biasanya dianalogikan pada suatu gerak, suara, ataupun tindakan-tindakan tertentu sebagai ungkapan atau simbol untuk berkomunikasi. Tidak mengherankan jika bentuknya masih sangat sederhana, baik dari aspek music iringan, busana (kostum), serta rias, gerak maupun penggunaan dekorasi sebagai setting pertunjukan.(Koentjaraningrat, 1994: 211-220).
 

Pada masa sekarang ini, masih kita jumpai jejak-jejak seni yang berperan sebagai media ritual dan pemujaan, misalnya kesenian Barongan di Kabupaten Pati ini. Kesenian ini masih bertahan hidup meski dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Di Kabupaten Pati terdapat 33 kesenian dan 11 budaya tradisi, salah satu diantaranya adalah kesenian Barongan. 

Ada beberapa kelompok kesenian Barongan yang tersebar di Kabupaten Pati, seperti Paguyuban Seni Barongan Cipto Budoyo (Desa Sarirejo Kemiri), Kelompok seni Barongan Jogo Rogo (Desa Gabus), Barongan Seni Budoyo (Desa Sinoman), Barongan Wahyu Arom Joyo dan sebagainya. Kesenian tradisional Barongan sering dipentaskan oleh warga masyarakat Pati untuk keperluan ritual yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Sura. Kesenian Barongan juga sering dipentaskan dalam acara pernikahan dan acara khitanan.
 

PEMBAHASAN
Barongan berasal dari kata “Barong” yaitu singo barong, seekor singa besar yang menakutkan. Bentuk yang menyerupai singo barong biasanya dimainkan oleh 2 (dua) orang, seorang berperan menjadi kepala dan seorang lagi berperan memainkan bagian ekor. Sedangkan badannya terbuat dari “kadut/bagor”, semacam serat atau rami dihias dengan warna menyerupai singa. Pengertian barongan dalam kesenian tersebut adalah perlengkapan yang dibuat untuk menggambarkan seekor singo barong atau singa besar yang buas, dimainkan 2 (dua) orang pemain. Keduanya bergerak serasi dan terpadu saling berkaitan. Bagian ekor menurut dan mengikuti gerak pemain yang berperan menjadi kepala singa atau Barongan.(Sepiolita, 2014: 2777).
 

Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok, yang menirukan keperkasaan geraak seekor Singa Raksasa. Peranan singo barong secara totalitas didalam penyajian dikarenakan peran tokoh tersebut sangat dominan, di samping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu: 

Bujangganong/Pujonggo Anom Joko Lodro/Genderuwo Pasukan berkuda/reog Noyontoko Untub. Selain tokoh di atas pementasan kesenian Barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrument music anatara lain : Kendang, Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul. Masuknya budaya asing dalam kehidupan masyarakat Pati memengaruhi bentuk kesenian Barongan ini. Hal itu ditandai dengan digunakannya beberapa alat musik modern untuk penambahan instrumen berupa Drum, Terompet, Kendang besar dan Keyboards.
 

Barongan merupakan salah satu kesenian tradisional Pati yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang. Seiring perkembangan zaman, kesenian tradisional ini mengalami penurunan minat dan eksistensi. Realitas itu setidak-tidaknya bisa dilihat dari penyajian arak-arakan Barongan yang berbeda dari masa lalu dengan masa sekarang. Pada masa lalu, kelompok kesenian Barongan sering dipertunjukkan. Masyarakat Pati masih sangat antusias dating setiap kali ada pertunjukan kesenian tersebut. Hamper seluruh desa memiliki kelompok seni Barongan. 

Pertunjukan kesenian ini seolah sudah menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakatnya, hal ini dapat dilihat dari peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat yang selalu melibatkan kesenian Barongan. Pada upacara bersih desa (sedekah bumi) yang dilakukan setiap bulan Sura, masyarakat Pati melakukan upacara ritual di desa masing-masing dengan menggunakan kesenian Barongan untuk memperoleh keselamatan dan terhindar dari bahaya ataupun roh-roh jahat. Selain itu, sering pula kesenian barongan
digunakan pada upacara ruwatan. 

Masyarakat memfungsikan kesenian tersebut sebagai tolak balak supaya anak yang diruwat tidak menjadi mangsa Barongan. Dalam hajatan seperti upacara perkawinan atau khitanan, bahkan peringatan hari-hari besar nasional pun kesenian Barongan juga sering dipentaskan sebagai pemenuhan kebutuhan hiburan. Hal ini menandakan bahwa barongan pada jaman itu digemari masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, mulai dari anak-anak, remaja sampai orang tua. Mereka dengan antusias mengikuti acara dengan cara berjalan mengelilingi desa atau mengerumuni pertunjukan kesenian Barongan.
 

PENUTUP
Kesimpulannya yang dapat dipahami bahwa kesenian tradisional Barongan yang berkembang di Kabupaten Pati Jawa Tengah awalnya memiliki fungsi ritual. Pada perkembangan berikutnya, terutama pada masyarakat modern, pementasan kesenian tradisional bergeser fungsi hanya sekedar sebagai hiburan semata. Eksistensi kesenian barongan sebagai seni dan budaya tradisional di Indonesia semakin lama semakin tergerus oleh ekspansi seni dan budaya global. 

Jika hal ini terus berlangsung, maka masyarakat, khususnya masyarakat pati semakin tidak apresiatif terhadap kesenian daerahnya sendiri. Mereka pada gilirannya nanti akan menjadi terasing dari seni dan budaya tradisional warisan leluhurnya. Dampak terburuknya, masyarakat ini akan berangsur kehilangan jati diri. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk melestarikan seni dan budaya daerah ditengah-tengah perubahan zaman dan pengaruh budaya asing yang semakin gencar di Indonesia.
 

DAFTAR PUSTAKA
Bandem, James R. 1970. The Theatre in Southeast Asia. Cambridge, Massashusset: Harvard University Press.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka

Martini, Laura Andri, 2007. “Manajemen Seni Pertunjukan tradisional disemarang (wayang Orang Ngesti Pandowo, Suko Raras dan Sobokarti)”.

Permas, Achsan, dkk. 2003. Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan. Jakarta:PPM

Sadiyah, Siti. 2011. Wayang Orang Ngesti Pandowo Bagi Penonton.